Sabtu, 06 Juli 2013

Makalah Kesehatan

Nama         : Erma Prasetyo
      NIM          : 13040112140032
Kelas D
UNIVERSITAS DIPPONEGORO
FAKULTAS ILMU BUDAYA
ILMU PERPUSTAKAAN S-1


BAB I
PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian.
Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.

Perumusan Masalah :
  1. Pengertian Imunisasi
  2. Penyakit – Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi
  3. Penyakit – Penyakit Yang Kemungkinan Akan Di Alami Bila Tidak Mendapat Imunisasi Mmr.
  4. Jadwal Pemberian Imunisasi

Tujuan
            Tujuan kegiatan ini agar orang tua tahu akan kesehatan anak, balitanya agar menimunisasikan anaknya cek agar sehat selalu, menghindarkan dari penyakit-penyakit yang bisas terjadi pada balita dan memberi pengetahuan agar tahhu akan hal penting dari imunisasi. 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.

2.1.1 Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.

2.1.2 Jenis – Jenis Imunisasi
  1. BCG
  2. Hepatitis B
  3. Polio
  4. DTP
  5. Campak 

  1. Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG ? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin. BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan. Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan. BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.
(Sumber : system imun,imunisasi,dan penyakit imun. Prof.Dr.dr. A. Samik Wahab, Spa(K). Widya Medika)

  1. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil. Yang potemsial melalui jalan lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Anak juga terlihat sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal. Penyakit baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia Pemberian Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
  1. Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan. Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan jadwal imunisasi.

  1. DTP
Deskripsi Vaksin Jerap DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.

  1. Campak
Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.


2.1.3 Efek Imunisasi
- Efek Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.
Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.

- Tidak Ada yang Bebas Efek Samping
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. "Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin," demikian Cave.

- Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
  1. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
  1. Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
  1. Faktor kebetulan
Seperti disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah bayi diimunisasi. Petunjuk "faktor kebetulan" ditandai dengan ditemukannya kejadian sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
  1. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.



Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.
Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:
  1. BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
  2. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
  3. POLIO : Jarang timbuk efek samping.
  4. CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
  5. HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.

2.2 Penyakit – Penyakit Yang Ditimbulkan Pada Anak Yang Tidak Di Imunisasi

  1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
  1. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa. "Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan. Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.
  1. Penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh tubuh.
Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut). Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas. Virus Polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun masa hidupnya.
  1. Penyakit campak (tampek)
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
  1. Difteri, pertusis dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf (www.blogdokter.net).
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan sebagainya. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan (www.unicef.org). Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial. Infeksi ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular (www.warmasif.co.id).
Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah. Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.


2.3 Jadwal Pemberian Imunisasi
  1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
  2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DTP terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
  3. HIB (Haemophilus Influenza Tipe B) Jadwal pemberian Diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan dan sekitar 6 bulan. Setelah itu diberikan sebagai penguat pada usia 12 s/d 15 bulan.
  4. POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin semuanya secara IPV. Untuk itu konsultasikan dengan dokter anak anda mana yang terbaik untuk kasus anak anda.
  5. BCG Jadwal pemberian  Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.
  6. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.


Tabel jadwal imunisasi umum
JADWAL PEMBERIAN
JENIS VAKSIN
Waktu Lahir
BCG, HEPATITIS B (DOSIS I)
Umur 1 bulan
HEPATITIS B (DOSIS II)
Umur 2 bulan
DPT dan POLIO (DOSIS I)
Umur 3 bulan
DPT dan POLIO (DOSIS II)
Umur 4 bulan
DPT dan POLIO (DOSIS III)
Umur 5 bulan
POLIO (DOSIS IV)
Umur 6 bulan
HEPATITIS (DOSIS III)
Umur 9 bulan
CAMPAK
Umur 18 bulan
DPT (DOSIS IV), POLIO (DOSIS V)
Kelas 1 SD
DT (DOSIS I dan II)



BAB III
PENUTUP

Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan anak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuh yang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio, campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk rejan).
Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik setelah menderita penyakit tersebut.

3.1 kesimpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.



3.2 Saran
  1. Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  2. Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  3. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  4. Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan  berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  5. Tenaga Kesehatan  Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.
  6. Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
  7. Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
  8. Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih mespesifikkan jenis imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.
  9. Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode eksperimen dalam bentuk penyuluhan kesehatan.
  10. Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Agung, I Gusti Ngurah, 2001. Statistika Analisis Hubungan Kausal Berdasarkan Data Kategorik. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
  2. http://eprints.ums.ac.id/888/1/2008v1n1-02.pdf
  3. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15&id=4
  4. http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yang-mempengaruhinya/
  5. http://www.ictjogja.net/kesehatan/C5_1.htm
  6. http://vinadanvani.wordpress.com/2008/02/20/jenis-imunisasi-yang-diawajibkan-dan-dianjurkan/
  7. http://m.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15&id=13

  8. http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf


Kamis, 04 Juli 2013

Makalah Hipertensi

Nama         : Erma Prasetyo
      NIM          : 13040112140032
Kelas D
UNIVERSITAS DIPPONEGORO
FAKULTAS ILMU BUDAYA
ILMU PERPUSTAKAAN S-1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.
Karya tulis yang berjudul “Pengobatan Hipertensi secara Nonfarmakologis, Farmakologis dan Terapi Komplementer” ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2010/2011.
Penulis menyadari bahwa karya tulis masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.






 Pemalang, Maret 2011




  Penulis, 


BAB I
PENDAHULUAN

                                                                  
A.    Latar Belakang Masalah
Banyak orang menganggap remeh penyakit hipertensi. Anggapan itu kemungkinan berawal dari gejala hipertensi yang tidak parah. Gejala umum hipertensi misalnya kepala pusing, badan lemah, tengkuk terasa kaku dan gejala lainnya yang umumnya dapat disembuhkan dengan minum obat yang dibeli di warung-warung. Walaupun seseorang yang mengalami gejala-gejala tersebut belum tentu menderita hipertensi.
Meremehkan hipertensi merupakan kesalahan besar. Menurut Badan Kesehatan Amerika, di Amerika dipekirakan sekitar 64 juta lebih penduduknya ( berusia 17-75 tahun ) menderita hipertensi. Banyak pasien yang diketahui meninggal akibat menderita hipertensi sehingga penyakit ini disebut sebagai pembunuh tersembunyi ( the silent killer ).
Jika hanya hipertensi saja, sebenarnya mudah diobati. Akan tetapi jika ternyata hipertensi merupakan akibat dari suatu penyakit, misalnya diabetes, pengobatannya menjadi lebih sulit. Seorang penderita hipertensi mempunyai risiko cukup besar terhadap penyakit stroke, serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa sajakah jenis-jenis hipertensi ?
2.      Apa sajakah penyebab hipertensi ?
3.      Mengapa hipertensi berbahaya ?
4.      Bagaimana cara mengobati hipertensi secara nonfarmakologis ?
5.      Bagaimana cara mengobati hipertensi secara farmakologis ?
6.      Bagaimana cara mengobati hipertensi dengan terapi komplementer ?

C.    Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, karya tulis ini bertujuan :
1.      Menjelaskan jenis-jenis hipertensi
2.      Menjelaskan penyebab hipertensi
3.      Menjelaskan bahaya hipertensi
4.      Menjelaskan cara mengobati hipertensi secara nonfarmakologis
5.      Menjelaskan cara mengobati hipertensi secaa farmakologis
6.   Menjelaskan cara mengobati hipertensi dengan terapi komplementer.

D.    Manfaat Penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk :
1.      Mengerti berbagai cara mengobati hipertensi
2.      Menambah pengetahuan tentang hipertensi

E.     Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1.      Metode Kepustakaan
Yang penulis lakukan pada metode ini adalah dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan pengobatan penyakit hipertensi.

2.      Metode Wawancara
Yaitu metode penulisan yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan Dr. Suharja.


F.     Sistematika Penulisan
Dalam karya tulis ini penulis mengunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I       PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II      LANDASAN TEORI
Pada bab ini dikemukakan teori-teori yang berkaitan dengan hipertensi dan pengobatannya.

BAB III    JENIS-JENIS DAN PENYEBAB HIPERTENSI
Pada bab ini dikemukakan jenis-jenis hipertensi dan penyebab hipertensi.

BAB IV    BAHAYA HIPERTENSI
Pada bab ini dikemukakan penyakit-penyakit yang dapat menyerang penderita hipertensi akut yaitu, jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan.

BAB V      TERAPI KOMPLEMENTER
Pada bab ini dikemukakan terapi pengobatan hipertensi sebagai penunjang pengobatan secara kedokteran yaitu, terapi nutrisi, dan  akupuntur.

BAB VI    PENUTUP
Pada bab ini dikemukakan simpulan dan saran yang telah dibahas dalam karya tulis ini.

BAB II
LANDASAN TEORI


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Arteri adalah pembuluh darah dari jantung dan dialirkan ke seluruh tubuh. Dikatakan hipertensi jika tekanan sistol mencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastol 90 mmHg atau lebih. Tekanan sistol berhubungan dengan tekanan di dalam arteri. Tekanan diastol mewakili tekanan di dalam arteri ketika jantung relaksasi setelah kontraksi. ( Widharto : 2007, 6 )
Penyakit hipertensi memang tidak nampak, tetapi jika terlambat penanganannya bisa berakibat fatal. Tetapi sebenarnya hipertensi tidak perlu dirisaukan karena dengan pengobatan dan perubahan gaya hidup, seorang pendertita hipertensi dapat hidup dengan nyaman. Akan tetapi yang sangat dikhawatirkan justru adanya penyakit lain akibat hipertensi. Seorang penderita hipertensi mempunyai risiko cukup besar terhadap penyakit diabetes, stroke, jantung, gagal ginjal. ( Martuti : 2009, 5 )
Para ahli kesehatan bekerja keras untuk menjinakkan hipertensi melalui berbagai penelitian pengobatan, khususnya obat-obatan kimiawi yang semakin lama semakin canggih. Sejarah kesehatan mencatat tahun 50-an ditemukan obat antihipertensi yang efektif dan aman. Meskipun menimbulkan efek samping, obat-obatan tersebut dapat menekan angka kesakitan dan kenaikkan angka harapan hidup penderita hipertensi. ( Martuti : 2009, 5 )
Dunia menaruh perhatian besar terhadap hipertensi. Hal ini tebukti dengan dilakukannnya penelitian hipertensi oleh Veterans Administration Cooperative Study Group on Antihypertensive Agents pada tahun 60-an. Sejak saat itu, para ahli terus berupaya menyempurnakan terapi hipertensi hingga diperoleh obat antihipertensi yang benar-banar efektif tanpa efek samping yang berati. Bahkan sejak tahun 1977 The Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ( JNC ) mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi yang sangat membantu para praktisi kesehatan dalam melakukan pengobatan hipertensi. ( Widharto : 2007, 6 )
Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan obat-obatan (farmakologis) dan tanpa obat-obatan (nonfarmakologis). Obat antihipertensi dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya. Jenis-jenis obat antihipertensi itu antara lain : Diuretik, Beta blocker, Penghambat saluran kalsium, Inhibitor-ACE, Alpha blocker, obat yang kerjanya terpusat dan antagonis reseptor angiotensin. Pengobatan hipertensi tanpa obat-obatan biasanya cenderung menggunakan cara-cara alami. Beberapa metode yang biasa dilakukan yaitu terapi nutrisi dan akupuntur. (Widharto : 2007, 6 )
Banyak ahli kesehatan menganjurkan para penderita hipertensi untuk memadukan kedua jenis pengobatan tersebut jika memungkinkan. Ada hal yang lebih penting lagi untuk dilakukan oleh penderita hipertensi yaitu memperhatikan pola makan dan mengubah gaya hidup. Mereka harus berusaha mengurangi asupan garam dan makanan berlemak, serta berolahraga secara teratur. Jika penderita hipertensi merupakan pecandu alkohol, dia harus menghentikan kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol. ( Wiboworini : 2007, 7 )


BAB III
JENIS-JENIS DAN PENYEBAB HIPERTENSI


A.    Jenis-jenis Hipertensi
Menurut Widharto ( 2007 : 8 ), berdasarkan penyebab terjadinya hipertensi dibedakan menjadi  2, yaitu :
1.      Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebebnya. Lebih dari 90% penderita hipertensi termasuk jenis hipertensi primer. Keadaan penderita seperti kegemukan (obesitas), konsumsi alkohol dan merokok dapat meningkatkan risikonya.

2.      Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa jenis penyakit yang dapat mengakibatkan hipertensi antara lain gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, penyakit pembuluh darah, atau penyakit yang berhubungan dengan kehamilan. Sekitar 10% penderita hipertensi termasuk hipertensi sekunder.

Menurut Junadi ( 1982 : 87 ), berdasarkan besarnya tekanan diastol hipertensi dibedakan menjadi 3, yaitu :
1.      Hipertensi Ringan
Hipertensi ringan adalah hipertensi yang besar tekanan diastolnya antara 90-110 mmHg.

2.      Hipertensi Sedang
Hipertensi sedang adalah hipertensi yang besar tekanan diastolnya antara 110-130 mmHg.
3.      Hipertensi Berat Atau Akut
Hipertensi berat atau akut adalah hipertensi yang besar tekanan diastolnya lebih dari 130 mmHg.

B.     Penyebab Hipertensi
  1. Faktor Keturunan
Dalam tubuh manusia terdapat faktor-faktor keturunan yang diperoleh dari kedua orang tuanya. Jika orang tua mempunya riwayat menderita hipertensi maka garis keturunan berikutnya mempunya risiko besar menderita hipertensi. ( Martuti : 2009, 21 )

2.      Jenis Kelamin
Menurut Dr. Suharja, mengenai jenis kelamin, umumnya pria memiliki peluang lebih besar untuk terserang hipertensi ketimbang wanita.

3.      Usia
Tekanan darah seseorang akan meningkat seiring bertambahnya usia. Semakin tua usianya, semakin besar kemungkinan menderita hipertensi. Tekanan sistol terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastol terus naik sampai usia 50-60 tahun, kemudian secara perlahan atau bahkan drastis menurun. ( Martuti : 2009, 37 )

4.      Pola makan
a.       Konsumsi Garam
Menurut Dr. Suharja penelitian kedokteran membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, pengeluaran garam (natrium) menggunakan obat diuretik (pelancar kencing) juga terbukti ampuh menurunkan tekanan darah.
Lebih lanjut dijelaskan Widharto ( 2007 : 11 ) bahwa berlebihnya natrium dalam darah dapat menahan air sehingga meningkatkan volume darah, yang mengakibatkan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah sehingga kerja jantung dalam memompa darah semakin meningkat. Walaupun natrium terbukti signifikan terhadap penaikkan tekanan darah, tetapi beberapa orang tidak terpengaruh dengan berlebihnya natrium dalam darahnya. Hal ini disebabkan tubuh orang tersebut dapat membuang kelebihan natrium dengan cepat melalui keringat dan urin. Akan tetapi, jika seseorang mengalami kegemukan, kurang berolahraga, berasal dari keluarga penderita hipertensi atau diabetes maka kelebihan natrium dapat meningkatkan risiko hipertensi.

b.      Konsumsi Lemak
Sebagian besar hipertensi disebabkan adanya penebalan dinding pembuluh arteri oleh lemak atau kolesterol, hal ini menyebabkan pembuluh arteri menjadi kaku. Jika penderita hipertensi tetap mengonsumsi makanan berlemak, kadar kolesterol dalam darahnya dapat meningkat sehingga dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tersumbat.
Menurut Dr. Suharja, penderita hipertensi kemungkinan besar kadar kolesterolnya lebih dari 250 mg per 100 cc darah. Oleh karena itu, mereka perlu membatasi masuknya lemak atau kolesterol ke dalam tubuhnya. Penderita hipertensi harus mengurangi makanan berkolesterol tinggi seperti otak sapi ( 2.054 mg/100 gr ), hati sapi (323 mg/100 gr), telur bebek ( 619 mg/butir ) dan telur ayam.

5.      Gaya Hidup Modern
Dalam gaya hidup modern, tuntutan dan tantangan hidup bermasyarakat yang semakin berat memaksa seseorang mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengejar sukses. Keadaan ini menyebabkan orang menjadi stres dan hidup dalam tekanan.
Menurut Dr. Suharja dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol dilepaskan ke dalam darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Apabila kondisi ini terjadi terus menerus, tekanan darahnya selalu berada pada level tinggi.
Selain itu, dalam gaya hidup modern seseorang menjadi jarang berolahraga karena semua waktu telah dicurahkan untuk mengejar karir. Mereka cenderung melepaskan tegang dan penat dengan merokok sambil minum kopi atau minum-minuman beralkohol. Padahal kebiasaan itu justru berdampak buruk terhadap kesehatan karena dapat meningkatkan risiko hipertensi.

6.      Berat Badan
Mereka yang memiliki berat badan lebih cenderung tekanan darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan orang kurus. Orang yang gemuk, tubuhnya bekerja keras untuk membakar berlebihnya kalori. Pembakaran kalori ini memerlukan oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan tersebut menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya, tekanan darah orang gemuk cenderung tinggi. ( Martuti : 2009, 21 )    

7.      Alkohol
Meskipun belum diketahu secara pasti, mengonsumsi alkohol dapat menaikkan tekanan darah. Walaupun dampak alkohol terhadap kenaikkan tekanan darah belum diketahui secara pasti, banyak dokter menganjurkan seorang pria untuk tidak mengonsumsi alkohol lebih dari 10,5 kaleng bir dalam 1 minggu. Untuk wanita tidak boleh lebih dari 7 kaleng bir dalam 1 minggu. ( Widharto : 2007, 15 )



BAB IV
BAHAYA HIPERTENSI

Hipertensi adalah penyakit yang sering disertai oleh masalah kesehatan lain sehingga membutuhkan pengobatan yang lebih agresif. Hipertensi dapat memperbesar risiko terserang penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, bahkan kebutaan.
A.    Jantung Koroner
 Yaitu mengerasnya pembuluh darah arteri di seluruh tubuh terutama di jantung. Keadaan ini menyebabkan rasa sakit di dada yang biasa disebut angina atau miokardial iskemia. Jika arteri menyempit dan kemudian darah menggumpal, otot jantung yang berhubungan langsung dengan arteri menjadi mati. Keadaan ini disebut arteri trombosis atau disebut serangan jantung. (Widharto : 2007, 18)

B.     Gagal Jantung
 Yaitu suatu kondisi dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri sehingga mengganggu kerja jantung. ( Martuti :2009, 35 )
  
C.    Stroke
Stroke, kadang-kadang disebut serangan otak, terjadi sewaktu aliran darah ke daerah otak terputus akibat pacahnya pembuluh darah karena tekanan darah yang melebihi kekuatan pembuluh darah itu sendiri. Sel-sel otak yang kekurangan oksigen serta glukosa menjadi mati. Jika tidak diketahui secara dini, makan dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen. (Putri : 2009, 103)


D.    Gagal Ginjal
Adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urin. Hal ini disebabkan penyumbatan pembuluh darah menuju ginjal. ( Widharto : 2007, 19 )    

E.     Kebutaan 
Dapat terjadi pada penderita hipertensi akut. Kebutaan ini terjadi akibat pacahnya pembuluh darah di mata. Awalnya penderita hanya mengalami gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, tetapi pada tahap berikutnya terjadi kebutaan. ( Widharto : 2007, 19 )



BAB V
PENGOBATAN HIPERTENSI

A.    Pengobatan Secara Nonfarmakologis
Pengobatan secara nonfarmakologis atau lebih dikenal dengan pengobatan tanpa obat-obatan, pada dasarnya merupakan tindakan yang bersifat pribadi atau perseorangan.
Beberapa pengobatan secara nonfarmakologis bagi penderita hipertensi antara lain :
1.      Mengurangi Konsumsi Garam
Bagi penderita hipertensi memang harus peduli pada dirinya sendiri. Hanya dirinyalah yang dapat mengendalikan asupan garam ke dalam tubuhnya. Jika mengurangi konsumsi garam ternyata signifikan dengan turunnya tekanan darah kenapa mesti diabaikan. Penderita hipertensi harus benar-benar mempunyai niat dan semangat dalam menjalani diet rendah garam ini. ( Wiboworini : 2007, 21 )
     
2.      Mengendalikan Berat Badan
Menurut Dr. Suharja mengendalikan berat badan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya mengurangi porsi makanan yang masuk tubuh atau mengimbangi dengan melakukan banyak aktivitas. Terdapat bukti bahwa setiap penurunan 1 kg berat badan, tekanan darah mengalami penurunan 1 mmHg.
           
3.      Mengendalikan Minum ( Kopi dan Alkohol )
Menurut Dr. Suharja, beberapa referensi kesehatan mengatakan kopi tidak baik bagi penderita hipertensi.
Lebih lanjut dijelaskan Martuti ( 2009 : 65 ), senyawa kofein yang terdapat pada kopi dapat memicu meningkatnya denyut jantung yang berdampak pada peningkatan tekanan darah. Minuman beralkohol menyebabkan naiknya tekanan darah. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan organ hati dan sistem saraf.

4.      Membatasi Konsumsi Lemak
Konsumsi lemak berkaitan dengan kadar kolesterol dalam darah. Penderita hipertensi harus berupaya menjaga kadar kolesterol dalam darahnya. Untuk itu, Himpunan Ahli Jantung Amerika ( America Heart Association ) menganjurkan agar konsumsi kolesterol makismal 300 mg/hari. ( Widharto : 2007, 23 )

5.      Berolahraga Secara Teratur
Ada beberapa jenis olahraga yang tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi, bahkan dilarang, yaitu jenis olahraga keras seperti tinju, karate, gulat dan olahraga keras lainnya. Sedangkan beberapa jenis olahraga yang dianjurkan diantaranya gerak jalan, senam (aerobik), bersepeda atau berenang. ( Martuti : 2009, 61 )

6.      Menghindari Stres
Beberapa cara di bawah ini dapat ditempuh untuk membina hidup positif agar tidak stres antara lain :
a.       Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah
b.      Merencanakan jadwal kerja yang matang dan meluangkan waktu untuk beristirahat
c.       Jangan berambisi menjadi orang yang sempurna
d.      Belajar berdamai
e.       Mencoba menolong sesama
f.       Menghilangkan pikiran iri dan dengki
( Widharto : 2009, 61 )

     
B.     Pengobatan Secara Farmakologis
Merupakan pengobatan dengan obat-obatan. Saat ini terdapat banyak pilihan jenis obat antihipertensi. Obat-obatan itu terbukti dapat menurunkan hipertensi, termasuk penyakit akibat hipertensi seperti stroke dan gagal jantung. Namun demikian, pemakaian obat-obatan antihipertensi itu memerlukan pengawasan dokter. ( Widharto : 2007, 29 )
1.      Perkembangan Obat Antihipertensi
Penelitian untuk membantu penderita hipertensi telah dilakukan sejak tahun 3000 SM. Hingga tahun 1950-an belum ditemukan obat antihipertensi yang baik dan tepat. Pada tahun 1960-an dilakukan suatu penelitian oleh Veterans Administration Cooperative Study Group on Antihypertensive Agents yang melaporkan bahwa pengobatan antihipertensi terbukti dapat menurunkan angka kesakitan dan komplikasi yang fatal maupun non fatal. Obat-obatan itu hanya dianjurkan untuk penderita hipertensi yang parah karena mempunyai efek samping cukup berat.
Pada tahun 1977 dikeluarkan panduan pengobatan hipertensi oleh JNC. Obat antihipertensi yang dipakai antara lain Klonidin, Metildopa, Prazonin, Pronanolol dan Rauwolfia.
Pada tahun 1993, JNC mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi yang merupakan perbaikan dari panduan sebelumnya. Obat antihipertensi yang dipakai antara lain Beta-blocker, Diuretik, Antagonis kalsium, ACE-inhibitor, namun masih menimbulkan efek samping.
Pada tahun 1997, JNC mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi, dengan memasukan AIIRA sebagai obat antihipertensi untuk melengkapi panduan sebelumnya. Obat ini efek sampingnya tidak terlalu tinggi dibandingkan obat antihipertensi sebelumnya.
Pada tahun 2003, JNC mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi terbaru, berupa petunjuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Beberapa jenis obat antihipertensi yang dianjurkan meliputi ACE-inhibitor, penghambat reseptor angiotensin ( Angiotension-reseptor blocker atau ARBs ), Beta-blocker, penghambat saluran kalsium ( Calcium Channel Blocker atau CCBs ) dan thiazide.

2.      Obat-obatan Antihipertensi
a.       Golongan Diuretik
Obat antihipertensi golongan diuretik berfungsi untuk menambah produksi urin sehingga bekerja dengan cara membuang kelebihan natrium melalui pengeluaran urin.
Menurut Dr. Suharja, ada dua jenis diuretik yang sering digunakan sampai sekarang, yaitu :
1)      Thiazide diuretik, antara lain Chlorotiazide ( Diazil ), Polythiazide ( Reneze ), Indapamide ( Lozol ) dan Metalozone ( Mykrox ).
2)      Loop diuretik, antara lain Bumetanide ( Bumex ), Furosemide (Lasix) dan Torsemide ( Demadex ).

Pengobatan hipertensi dengan diuretik dengan dosis rendah memberi hasil yang cukup memuaskan. Namun, jika dalam dosis tinggi, malah memicu encok dan diabetes. Selain itu, dapat menurunkan kadar potasium dalam darah, meningkatkan kadar kolesterol dan gagal jantung. ( Junadi : 1982, 92 )
   
b.      Golongan Beta-blocker
Menurut Dr. Suharja, golongan Beta-blocker bekerja dengan cara memperlambat kerja jantung melalui pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan menurunkan tekanan darah. Beberapa contoh obat antihipertensi golongan Beta-blocker antara lain, Atenolol, Bisoporol dan Propanolol.
Dalam penggunaan jangka pendek, obat ini hampir tidak menimbulkan efek samping, namun jika digunakan dalam jangka panjang mengakibatkan menurunnya kemampuan berolahraga, mengakibatkan tangan dan kaki dingin karena kurangnya aliran darah ke daerah tersebut dan menyebabkan gangguan tidur ( insomnia ). (Junadi : 1982, 92)

c.       Calsium Channel Blocker ( CCB )
Menurut Dr. Suharja, Calsium Channel Blocker bekerja dengan menghambat kerja kalsium dalam otot halus pada dinding arteriol.
Ada 2 jenis Calsium Channel Blocker, yaitu :
1)      Calsium Channel Blocker tanpa dihidropiridin antara lain, Deitiazem dan Verapamil.
2)      Calsium Channel Blocker dengan dihidropiridin antara lain, Amiodipine dan Nifedipine.

Efek samping dari penggunaan obat ini antara lain, sakit kepala, kulit wajah memerah dan pergelangan kaki membesar. Namun obat ini dapat mencegah serangan jantung dan stroke. ( Widharto : 2007, 33 )

d.      Inhibitor-ACE
Golongan ini bekerja dengan menghambat kerja enzim angotensin. Angiotensin merupakan suatu hormon yang berperan dalam penyempitan pembuluh darah. Dengan pemberian obat ini, angoitensin tidak secara aktif sehingga pembuluh darah dapat melebar dan menurunkan tekanan darah. Menurut Dr. Suharja, beberapa contoh obat antihipertensi golongan inhibitor-ACE antara lain, Captropil, Lisinopril dan Ramipril.
Keunggulan dari penghambat ACE yaitu melindungi kerusakan ginjal bagi penderita hipertensi dan diabetes, memperlambat terjadinya kerusakan retina yang dapat mengakibatkan kebutaan pada penderita diabetes dan tidak menyebabkan penurunan mental karena tidak sampai masuk ke otak. Penggunaan inhibitor-ACE dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, yang justru dapat mengakibatkan kematian, terutama pada penderita yang telah menggunakan obat golongan diuretik. ( Widharto : 2007, 34 )

e.       Golongan Alpha-blocker
Golongan Alpha-blocker bekerja dengan cara menghambat kerja adrenalin pada otot-otot dinding pemubuluh darah. Adrenalin menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga tekanan darah meningkat. Biasanya penggunaan Alpha-blocker menimbulkan mulut kering dan rasa pusing. Obat goloan ini antara lain Dexazosin, Peazosin dan Terazosin. ( Martuti : 2009, 116 )

f.       Obat Yang Bekerja Terpusat
Jenis obat ini bekerja dengan memengaruhi pusat saraf di otak yang mengendalikan tekanan darah. Obat jenis ini jarang digunakan karena snederung menimbuklan efek kelelahan, kelesuan dan depresi jika dipakai dalam dosis tinggi. Beberapa obat antihipertensi yang bekerja terpusat antara lain, Clonidine, Reserpine dan Methyldopa. (Widharto : 2007, 34)

g.      Antagonis Reseptor Angiotensin
Cara kerja obat ini mirip dengan inhibitor-ACE. Obat ini lebih memberikan efek yang lebih efektif dalam penurunan tekanan darah. Jika inhibitor-ACE menimbulkan efek samping berupa batuk, pemberian obat ini tidak menimbulkan batuk. ( Martuti : 2009, 112 )
    Menurut Dr. Suharja, beberapa contoh obat antihipertensi golongan antagonis reseptor angiotensin antara lain, Condersatan, Eprosartan, Irbesartan, Valsartan, Losartan, Olmesartan dan Telmisartan.


BAB VI
TERAPI KOMPLEMENTER
                                 

Terapi komplementer merupakan usaha pengobatan hipertensi untuk menunjang penyembuhan hipertensi yang telah dilakukan secara kedokteran. Beberapa jenis terapi yang akan dijelaskan di sini, yaitu terapi nutrisi dan akupuntur.

A.    Terapi Nutrisi
Menurut Wiboworini ( 2007 : 38 ), beberapa suplemen dan bahan makanan yang bermanfaat dalam mengendalikan hipertensi, yaitu :
1.Potasium
Potasium bermanfaat mencegah dan mengendalikan tekanan darah. Potasium besumber dari buah-buahan, sayuran, produk susu dan ikan.
2.Magnesium
Magnesium bermanfaat mengendalikan tekanan darah. Magnesium bersumber dari kacang-kacangan dan polong-polongan.
3.Kalsium
Kalsium bermanfaat menjaga kesehatan secara umum dan menurunkan tekanan darah. Kalsium bersumber dari polongan-polongan, produk susu, bayam, kacang panjang, sawi daging sapi dan ayam rendah lemak.
4.Asam Lemak Esensial
Asam lemak esensial bermanfaat menurunkan tekanan darah . Asam lemak esensial bersumber dari ikan laut, kacang kenari dan kacang mete.
5.Vitamin C
Kekurangan vitamin C dapat mengalami hipertensi. Vitamin C bersumber dari buah-buahan ( jambu biji, mangga, pepaya, rambutan, jeruk ), kol, kacang panjang, daun katuk, cabai rawit dan cabai merah.
6.Seng
Seng bermanfaat menjaga kekebalan tubuh dan mengandalikan tekanan darah. Seng bersumber dari daging rendah lemak, kerang, polong-polongan, beras merah dan biji bunga matahari.

B.     Akupuntur
Akupuntur merupakan penyembuhan dari Tiongkok Kuno dengan cara menusukkan jarum ke titik-titik tertentu di tubuh pasien yang terletak di sepanjang meridian. Meridian adalah jalan atau saluran energi ( Chi ) yang berhubungan dengan organ dalam tubuh manusia. Penusukkan jarum ke titik-titik yang berada di sepanjang meridian bertujuan menurunkan atau meningkatkan aliran Chi dalam tubuh atau membukanya jika terjadi penyumbatan. ( Widharto : 2007, 40 )
Energi atau Chi dalam tubuh manusia ada dua, yaitu energi yang bersifat dingin disebut Yin dan energi yang bersifat panas disebut Yang. Ketidaksamaan Yin dan Yang dalam tubuh seseorang mengakibatkan terganggunya system di dalam tubuh. Oleh karena itu, tujuan utama akupuntur sebenarnya menyeimbangkan keberadaan Yin dan Yang dalam tubuh melaui penusukan pada titik-titik tertentu yang berada di sepanjang meridian. Saat ini telah diketahui 2000 titik meridian dalam tubuh yang dianggap penting. Semua titik tersebut melewati 14 meeridian dan diberi nama menurut organ yang diwakili, misalnya meridian paru-paru, meridian jantung, meridian ginjal dan meridian pencernaan. ( Widharto : 2007, 41 )


BAB VII
PENUTUP


A.    Simpulan
Berdasarkan pada uraian bab-bab sebelumnya, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Jenis-jenis hipertensi berdasarkan penyebab terjadinya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder, sedangkan berdasarkan besarnya tekanan diastolnya yaitu hipertensi ringan hipertensi sedang dan hipertensi akut.
2.      Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor keturunan, jenis kelamin, usia, pola makan, gaya hidup modern, berat badan dan alkohol.
3.      Hipertensi dapat membesar risiko terserang penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal, bahkan kebutaan.
4.      Beberapa pengobatan secara nonfarmakologis bagi penderita hipertensi contohnya mengurangi konsumsi garam, mengendalikan berat badan, mengendalikan minum kopi dan alkohol, membatasi konsumsi lemak, berolahraga secara teratur dan menghindari stres.
5.      Obat antihipertensi dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya, antara lain, golongan diuretik, golongan Beta-blocker, Calsium Channel Blocker (CCB), inhibitor-ACE, golongan Alpha-blocker, obat yang bekerja terpusat dan antagonis reseptor angiotensin.
6.      Pengobatan hipertensi menggunakan cara-cara alami yang biasa dilakukan antara lain, terapi nutrisi dan akupuntur.
              
B.     Saran
Berdasarkan uraian yang penulis susun, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.      Jagalah selalu tekanan darah dan kadar kolesterol darah agar selalu dalam keadaan stabil
2.      Kurangi makan garam dan minum ( kopi dan alkohol )
3.      Usahakan badan tidak terlalu gemuk / obesitas
4.      Berolahragalah secara teratur dan usahakan jangan terlalu stres
5.      Perbanyaklah mengonsumsi buah-buahan, sayuran, susu, makanan dari polong-polongan dan makanan sehat lainnya
6.      Perbanyaklah pengetahuan dan konsultasi dengan dokter




DAFTAR PUSTAKA 

Junadi, Purnawan, dkk (ed). 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta : Media Aesculapius.
Martuti, A. 2009. Merawat Dan Menyembuhkan Hipertensi. Bantul : Kreasi Wacana.
Putri, Alissa. 2009. Tetap Sehat Di Usia Lanjut : Hipertensi.  Yogyakarta : Genius Printika.
Wiboworini, Budiyanti. 2007. Gizi Dan Kesehatan. Jakarta : Sunda Kelapa Pustaka.
Widharto. 2007. Bahaya Hipertensi. Jakarta : Sunda Kelapa Pustaka.